BAB
1
PENDAHULUAN
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan
itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu
organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana.
Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan
bagian-bagiannya.
Suatu rangkaian kalimat dikatakan
menjadi struktur wacana bial di dalamnya terdapat hubungan emosional antar
bagian yang satu dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat
belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam
rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara
semantik.
1 Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian kohesi?
b. Apakah pengertian Koherensi?
c. Bagai manakah piranti kohesi?
d. Bagai manakah piranti koherensi?
2.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian kohesi
b.
untuk mengetahui pengertian koherensi
c.
untuk mengetahui piranti kohesi
d.
untuk mengetahui piranti koherensi
BAB II
PEMBAHASAN
KOHESI DAN KOHERENSI WACANA
A.
Pengertian
Kohesi
Kohesi adalah hubungan
antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Contoh
kohesi adalah sebagai berikut.
Listrik mempunyai
banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari PLN. Baru-bau ini tarif
permainan listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh.
Akibatnya, banyak pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah
peralatan yang menggunakan listrik sekarang meningkat. Alat yang banyak
menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di kantor-kantor sekarang
penggunaan alat penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah.
Contoh wacana di atas
dikatakan kohesi, karena menggunakan alat kohesi pengulangan, misalnya listrik
yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf tersebut tidak padu karena
bagian-bagian paragraf itu tidak mempunyai kepaduan hubungan maknawi.
B. Pengertian
Koherensi
Koherensi adalah
kepaduan hubungan magnawi antara bagian-bagian dalam wacana. Contoh koherensi
sebagai berikut.
(a)Bahasa sehari-hari
merupakan bahasa yang di pakai dalam pergaulan dan percakapan sehari-hari. (b)
pada umumnya bentuk bahasa yang dipakai sederhana dan singkat. (c) kata-kata
yang digunakan pun tidak banyak jumlah dan ragamnya. (d) kata-kata yang dipakai
hanyalah kata-kata yang lajim dan umum dalam pergaulan sehari-hari, misalnya
kata bilang, bikin, ngapain, ngerjain. (e) kata itu hanya cocok dipakai dalam
percakapan. (f) sering juga kata-kata yang di gunakan itu menyimpan dari pola
kaidah yang benar, misalnya di bikin betul (dibetulkan), ngeliatin (melihat),
belum liat (belum melihat). (g) bahkan, lafalnya pun sering menyimpang,
misalnya malem hari (malam hari), dapet (dapat), mas’alah (masalah).
Bagian-bagian pada
wacana di atas saling mempunyai kaitan secara maknawi, misalnya kalimat (b)
merupakan penjelasan rinci kalimat (a). Wacana itu termasuk wacana padu, karena
hampir setiap bagian kalimat berhubungan padu secara maknawi dengan bagian
lain. Selain itu, wacana itu juga kohesi. Ada beberapa kata yang diulang (bahasa
pada kalimat a dan b dan kata-kata pada kalimat d,e dan f) dan ada juga
penggunaan penanda transisi yang menunjukan kohesi (juga) pada kalimat f,
(bahkan) pada kalimat g. Jadi, wacana selain harus kohesi juga harus koherensi,
bahkan kepaduanlah (koherensi) yang harus diutamakan.
C. Piranti Kohesi
Menurut Halliday
dan Hassan (1976), unsur kohesi terdiri atas dua macam, yaitu unsur gramatikal
dan leksikal. Kohesi
gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal
artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
1. Piranti
Kohesi Gramatikal
Pada umumnya dalam bahasa
Indonesia ragam tulis digunakan piranti kohesi gramatikal seperti berikut.
a. Referensi
Referensi adalah hubungan
antara kata dengan benda. Misalnya kata buku
yang mempunyai referensi kepada sekumpulan kertas yang dijilid untuk
menulis dan dibaca.
Halliday dan Hassan (1979) membagi referensi menjadi
dua macam, yaitu sebagai berikut.
1). Referensi eksofora yaitu
pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari,
kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda
berpijar yang menerangi alam ini”.
2).
Referensi endofora yaitu pengacuan
satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas dua macam,
yaitu sebagai berikut.
a).
Referensi anaphora yaitu pengacuan
satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Nauval
hari ini tidak masuk sekolah. Ia ikut ibunya pergi ke Surabaya.
Kata ia pada kalimat kedua mengacu Nauval
pada kalimat pertama.
b). Referensi katafora yaitu
pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah
kanan.
Contoh: Karena
kakinya sakit, Totti tidak bisa bermain bola.
Pronomina
enklitik –nya pada kalimat pertama,
mengacu pada antesedan Totti pada
kalimat kedua.
Baik referensi yang bersifat anaphora maupun katafora
menggunakan pronomina persona, penumjuk, dan komparatif.
(1)
Pronomina Persona adalah pengacuan
secara berganti-ganti tergantung yang memerankannya.
Dalam bahasa
Indonesia, pronominal persona diperinci sebagai berikut.
|
Tunggal
|
Jamak
|
Persona pertama
|
Aku, saya
|
Kami, kita
|
Persona kedua
|
Kamu, engkau, anda
|
Kalian, kami sekalian
|
Persona ketiga
|
Dia, ia, beliau
|
Mereka
|
Contoh: (1) Firdaus, kamu harus mandi. (referensi bersifat anaphora)
(2) Kamu
sekarang harus pergi! Ayo Cici cepatlah! (referensi bersifat katafora)
(2).
Pronomina
demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk.
Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini,
itu, dan sebagainya.
Contoh:
“Dengan naik ini, tiap hari saya pergi ke kampus. Sepeda motor inilah
teman setiaku dalam segala musim dan cuaca,” kata Slamet.
Pronominal dekat ini pada kalimat (1) mengacu secara
katafora terhadap antesedan sepeda motor pada kalimat (2).
(3).
Referensi komparatif yaitu deiktis yang menjadi bandingan bagi
antesedennya. Kata-kata yang termasuk kategori pronominal komparatif antara
lain: sama, persis, identik, serupa, segitu serupa, selain, berbeda, tidak beda
jauh, dan sebagaimya.
Contoh: Tidak berbeda
jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
b. Penggantian (Substitusi)
Penggantian adalah penyulihan suatu
unsure wacana dengan unsure yang lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan
antarbentuk kata, atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti
frasa atau klausa (Hallidat dan Hassan, 1979: 88; Quirk, 1985: 863).
Secara umum penggantian itu dapat
berupa kata ganti orang, tempat, dan sesuatu hal.
a.
Kata
ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama orang atau beberapa
orang.
Contoh: Slamet dan Mahda berbulan madu ke Paris. Mereka menganggap bahwa Paris merupakan
kota yang romantis.
b.
Kata
ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata yang menunjuk pada tempat
tertentu.
Contoh: Unlam merupakan kampus terfavorit di
Kalimantan Selatan. Di sana banyak terdapat mahasiswa yang pintar.
c.
Dalam
pemakaian bahasa Indonesia, untuk mempersingkat suatu ujaran yang panjang yang
digunakan lagi dapat dilakukan dengan menggunakan kata ganti hal. Sesuatu yang
diuraikan dengan panjang lebar dapat digantikan dengan sebuah atau beberapa
buah kata, tanpa mengurangi arti.
Contoh:
Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa
Pancasila adalah Dasar Negara. Dengan demikian
Pancasila merupakan nilai dasar yang normative terhadap seluruh penyelenggaraan
Negara republik Indonesia.
c. Elipsis
Elipsis
adalah pelepasan unsure bahasa yang maknanya telah diketahui sebelumnya
berdasarkan konteks. Unsur yang dilepaskan mungkin nomina, verba, atau klausa.
Contoh: Karena (Slamet) sakit, Slamet tidak bisa
mengikuti perkuliahan.
d.
Piranti
konjungsi
Sesuai dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa indonesia
dapat di gunakan untuk merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat maupun antar
kalimat.
Piranti kohesi konjungsi dalam bahasa indonesia di
bedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
1.
Piranti urutan waktu
Proposisi-proposisi
menunjukan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat
disusun dengan menggunakan urutan waktu.
Contoh:
Dinda pergi ke kampus. Setelah itu, dia pergi keperpustakaan.
2.
Piranti pilihan
Untuk
menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukan hubungan pilihan.
Contoh:
Pilih aku atau dia
3.
Piranti alahan
Hubungan
alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan frasa-frasa seperti meski(pun)
demikian, meski(pun) begitu, kedati(pun) demikian, kedatipun begitu, biarpun
demikian, dan biarpun begitu.
Contoh:
Ahyan tidak sombong. Meskipun dia
kaya.
4.
Piranti parafrase
Merupakan
suatu ungkapan lain yang lebih mudah dimengerti.
Contoh:
Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada tersebut,
bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan
kata lain, bila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam karya
sastra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pedekatan saja.
5.
Piranti ketidakserasian
Ketidakserasian
itu pada umumnya ditandai dengan perbedaan proposisi yang terkandung di
dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan.
Contoh:
Aku tidak mengerti. Padahal materi
itu sudah dipelajari minggu kemaren.
6.
Piranti serasian
Digunakan
apabila dua buah ide atau proposisi itu menunjukan hubungan yang selaras atau
sama.
Contoh:
Ahyan itu sangat tampan. Demikian
juga dengan kembarannya.
7.
Piranti tambahan (Aditif)
Piranti
ini berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan
pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih.
Contoh:
Mahda murah senyum. Selain itu, dia
baik hati. Tambahan lagi pandai
berdandan.
8.
Piranti pertentangan
Piranti
ini digunakan untuk menghubungkan proposisi yang bertentangan atau kontras
dengan bagian lain. Piranti yang biasa digunakan misalnya: (akan) tetapi,
sebaliknya, namun.
Contoh:
di Sakadomas unlam cukup kotor. Namun banyak orang yang berkumpul di sana.
9.
Piranti perbandingan(komparatif)
Piranti
perbandingan ini digunakan untuk menunjkan adanya hubungan persamaan atau
perbedaan antara bagian yang satu dengan yang lain.
Contoh:
Wajah Dodi tampan. Sama halnya dengan ayahnya.
10.
Piranti sebab akibat
Hubungan
sebab akibat terjadi bila salah satu proposisi menunjukan penyebab terjadinya
suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat, atau sebaliknya.
Contoh:
memahami wacana sangat susah. Oleh karena itu, Herma belajar siang malam.
11.
Piranti harapan
Hubungan
optatif terjadi apabila ada ide yang mengandung suatu harapan atau doa.
Contoh:
mudah-mudahan Herma cepat datang.
12.
Piranti ringkasan dan simpulan
Piranti
ini berguna untuk mengantarkan ringkasan dari bagian yang berisi uraian.
Contoh:
Hukum tidak memandang kaya atau miskin, pria atau wanita, tua atau muda. Jadi,
hukum berlaku untuk siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
13.
Piranti misalan atau contohan
Contohan
atau misalan berfungsi untuk memperjelas suatu uraian.
Contoh:
Makanan ringan sangat enak untuk dimakan, umpamanya ciki-ciki.
14.
Piranti keragu-raguan
Digunakan
untuk mengantarkan bagian yang masih menimbulkan keraguan.
Contoh:
Jangan-jangan dia sudah punya pacar.
15.
Piranti konsensi: Memang, tentu saja
Contoh:
memang aku ini sangat baik.
16.
Piranti tegasan
Proposisi
yang disebutkan perlu ditegaskan lagi agar dapat segera dipahami dan diresapi.
Contoh:
cara belajar mahasiswa Reg A 2010 PBSI berbeda-beda. Bahkan dirumahpun cara
belajarnya berbeda-beda.
17.
Piranti jelasan
Contoh:
yang dimaksud wacana adalah satuan
terbesar diatas kalimat.
2.
Piranti kohesi leksikal
a. reitrasi(pengulangan)
jenis ini meliputi
sebagai berikut.
1).
repetisi
a). Ulangan penuh
Contoh: sepakbola
sangat menyenangkan. Sepakbola mempererat pertemanan
b). Ulangan dengan
bentuk lain
Contoh: filsafat
ulangan bentuk lainnya berfilsafat.
c). Ulangan dengan penggantian
Contoh: lulusan ipa
ulangan penggantiannya seorang ilmuan.
2). Ulangan dengan
heponim
Contoh: ilmuan
berhiponim dengan ahli fisika nuklir.
b. kolokasi
suatu
hal yang selalu berdekatan dengan yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu
kesatuan.
Contoh
: Pancasila dan UUD 1945
D.
Piranti
Koherensi
Istilah koherensi mengacu pada aspek
tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk
menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana. Proposisi-proposisi
di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut (koheren)
meskipun tidak terdapat pemerkah penghubung kalimat yang di gunakan.
Contoh:
ayah: Angkat telponnya bu!
Ibu: lagi tanggung mas.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arifin,
Bustanul dan Abdul rani. 2000. Prinsip-prinsip
Analisis Wacana. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.